Semarang, Lpm Suprema — Hujan deras mengguyur Kota Semarang, sedangkan di tengah laut sana masih ada Anak Buah Kapal (ABK) yang diekspoitasi dan tidak diberikan haknya secara penuh.
Greenpeace dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menggelar acara Nonton Bareng dan Diskusi Film “Before You Eat”, Sabtu (25/6/2022). Acara pada hari itu dihadiri oleh kurang lebih 70 partisipan dari berbagai mahasiswa perguruan tinggi di Semarang, pers mahasiswa lintas Semarang raya, hingga masyarakat umum.
Turut hadir juga dalam acara, Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, Abdul Hamid, dan ketua Aliansi Jurnalis Idependen (AJI) Kota Semarang, Aris Mulyaman.
Di sisi lain, nampak peserta terenyuh melihat fakta-fakta yang diungkap dalam film dokumenter tersebut.
Perlu diketahui, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh SBMI bahwa terdapat beberapa pelanggaran-pelanggaran yang kerap dilakukan para pihak Manning Agency, diantaranya : pihak perusahaan tidak mempunyai perjanjian kerja sama penempatan, izin pelaksanaan, dan izin perekrutan pekerja migran Indonesia.
Masalah-masalah dalam proses recruitment anak buah kapal antara lain seperti Pemberangkatan ABK tanpa dokumen, pembebanan biaya penempatan, serta tidak adanya perjanjian tertulis antar pemerintahan, bahkan beberapa negara yang menjadi tujuan ABK Migran tidak memiliki Undang-undang (UU) Perlindungan Pekerja Asing dan UU Jaminan Sosial.
Fakta buruk tersebut belum selesai sampai di sana, sebab dalam pekerjaannya masih terdapat penggelapan, pemotongan gaji dan bonus untuk para ABK yang bekerja.
Masih dengan data yang sama, pada rentang tahun 2018-2021 di Jawa Tengah kasus aduan ABK ke SBMI mencapai 78 aduan.
Sementara itu, Ocean Campaigner Greenpeace Southeast Asia, Afdillah Chudiel mengatakan dari sisi regulasi dan pengawasan untuk perlindungan para ABK ini sangat urgent untuk segera didorong.
“Karena hari ini banyak masyarakat, banyak korban, banyak ABK yang kerja mereka itu tidak mendapat perlindungan dari negara dan perusahaan yang menyalurkan mereka,” ucap Afdillah, saat dilokasi nonton bareng dan diskusi, (25/6/2022).
Afdillah yang juga penulis buku, berujar pihak Greenpeace sendiri akan terus melakukan riset, dan mengkaji siapa yang terlibat, kata dia, dalam hal ini ada yang harus bertanggung jawab.
“‘Kami masih terus berjalan, riset terus mencari dan kaji, kemudian siapa yang terlibat kita pengen tau, kasarannya kenapa. Karena ini harus ada yang bertanggung jawab,” ungkapnya.
Di sisi lain, kecenderungan tuntutan yang terjadi saat ini adalah hanya terpatok dengan salah satu hak saja, tanpa memperhatikan pelangaran-pelanggaran lainnya. Dengan hal itu, kata dia, sudah dianggap selesai apabila salah satu hak tersebut telah dipenuhi dari pihak yang bertanggung jawab, tanpa melihat sisi yang lainnya.
“Padahal kita ini ingin juga, bahwasannya eksploitasi-eksploitasi yang lain bisa ditindak. Jadi tidak serta merta hak gajinya dibayarkan cash, udah tutup kasusnya,” katanya.