Sepertinya sudah menjadi fakta yang tidak mengejutkan bahwa masih banyak orang yang menganggap remeh pendidikan tinggi. “Halah buat apa sekolah tinggi? Nggak penting”, salah satu contoh template kalimat yang sering banyak orang pakai ketika beradu argumen di sosial media.
Perang argumen di sosial media tentang pentingnya kuliah emang nggak ada habisnya. Seringkali kita nemuin komentar “Kuliah tidak penting? Iri bilang boss!!!”. Mungkin komentar seperti itu relate dengan keadaan yang ada sekarang hehe. Tapi apa sih yang sebenernya terjadi sampe orang-orang ngatain kuliah nggak penting, perguruan tinggi ampas, bahkan bilang hasil pendidikan tinggi tidak lebih baik dari yang lulusan sekolah dasar sampe menengah? Apa salah kita?
Sepenuhnya kita tidak bisa menyalahkan atau mendiskreditkan orang-orang yang lantang bernyanyi kuliah tidak penting. Sebab faktanya memang kualitas pendidikan tinggi di Indonesia masih di bawah negara-negara lain, sebut saja tetangga kita Malaysia, Singapura, dan Australia. Ya memang mungkin tidak Fair jika membandingkan kualitas perguruan tinggi di Indonesia dan di negara yang tadi saya sebutkan. Nah, mungkin fakta bahwa kualitas pendidikan tinggi di Indonesia yang masih membutuhkan perbaikan di sana-sini itulah yang membuat banyak orang berpikir kuliah hanya membuang-buang waktu. Masih belum tertatanya kurikulum yang mampu mengakomodir kebutuhan mahasiswa, belum meratanya sinkronisasi kurikulum dengan kebutuhan industri, sampai perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia membuat publik berharap adanya pembenahan. Mungkin, nanti setelah semua problem dari yang paling gede sampe yang sekecil biji rambutan udah mulai dibenahi, harapan publik akan kualitas perguruan tinggi yang baik akan terjawab. Nggak bakalan ada lagi tuh oknum yang bilang “Kuliah Cuma buang-buang waktu”.
Terus kenapa masih banyak juga orang yang bilang “Kuliah cuma buang-buang duit aja”. Ya pasti anda sadar kalo biaya kuliah itu mahal boss. Kita semua tidak bisa memungkiri jika biaya untuk masuk ke Perguruan Tinggi tidaklah murah. Fakta inilah yang membuat tidak semua warga negara Indonesia memiliki akses yang sama untuk mengenyam pendidikan tinggi. Bagi pelajar yang hidup di bawah garis kemiskinan sudah dapat dipastikan akan berpikir 1000 kali untuk meneruskan kuliah atau tidak. “Tapi kan ada beasiswa dan subsidi pendidikan dari Pemerintah!!”, apakah pembagiannya sudah merata? Owh tentu saja tidak. Buktinya masih banyak pelajar pandai dan memiliki potensi yang gagal mendapatkan bantuan ataupun beasiswa tersebut. Memang benar untuk sekolah nggak ada yang murah, tapi mestinya jika salah satu mimpi bangsa Indonesia ingin membangun sumber daya manusia yang berintelektual tinggi dan ingin terus menambah jumlah lulusan perguruan tinggi, maka biaya pendidikan tinggi juga harus disesuaikan dengan rata-rata kemampuan ekonomi masyarakat di Indonesia dong. Selain itu, distribusi bantuan biaya pendidikan juga harus terus ditingkatkan dan berlaku adil sehingga akses masyarakat ke pendidikan tinggi akan semakin luas tidak lagi memandang status ekonomi.
Paradigma yang mengatakan bahwa kuliah tidaklah penting umumnya biasa terjadi di lingkungan pedesaan yang mana memang masih belum banyak warganya yang menempuh pendidikan tinggi. Bahkan yang terekstrem sampai-sampai mengatakan “Kuliah kalau Cuma jadi guru honorer buat apa, mending bertani atau merantau gajinya pasti lebih gede”. Ya emang nggak salah siih. Bukan hanya itu, bahkan kesetaraan hak juga terkadang dipertanyakan, karena faktanya mindset wanita nggak usah kuliah karena ujungnya balik ke dapur juga masih berkembang di lingkungan masyarakat. Memang sepenuhnya tidak salah, tapi di zaman sekarang wanita karir juga sudah banyak, bahkan mereka juga bisa kok bekerja dari rumah sehingga tidak akan meninggalkan kewajibannya mengurus rumah tangga. Mungkin peningkatan angka pengangguran yang berasal dari lulusan perguruan tinggi juga jadi tolak ukur mereka menganggap kuliah nggak penting, mending langsung kerja aja kali ya heheh. Tapi memang begitulah adanya. Oleh sebab itu, pekerjaan rumah untuk memperbaiki kualitas lulusan perguruan tinggi harus dikebutu agar disesuaikan dengan kebutuhan industri dan masyarakat sekitar sehingga para lulusan sarjana akan mendapatkan pekerjaan yang baik dan mengurangi angka pengangguran para sarjana. Soalnya sayang banget nggak sih lulusan sarjana tapi susah cari kerja. Udah kesulitan secara ekonomi, mentalnya juga kena karena setiap hari dipaido (red:disalah-salahin) tetangga terus heheh.
Terus kalo gitu apakah pendidikan tinggi tidak penting?. Oh, tetu saja tidak karena pada dasarnya pendidikan tinggi penting demi terwujudnya sumber daya manusia yang mumpuni di bidangnya, berintelektual, berakhlaq, dan dengan kemampuannya mampu kembali ke masyarakat dan bersama-sama membangun kembali Indonesia. Mungkin bagi sebagian orang meragukan pernyataan tadi. Tapi apa salahnya jika kita terus mencoba menutup lubang yang selama ini menjadi masalah di pendidikan tinggi Indonesia.
Mari kita berandai-andai jika di suatu saat kondisi perguruan tinggi di terus membaik dengan meningkatnya kualitas pendidikan, sumber daya manusia, dan mampu menunjang kebutuhan para peserta didik, maka sudah pasti lulusan kampus di Indonesia akan mampu bersaing di dunia industri baik dalam maupun luar negeri. Pengakuan banyak mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan di luar negeri bahwa terdapat beberapa perbedaan mendasar antara kualitas pendidikan di dalam dan luar negeri rasa-rasanya dapat ditengok sebagai sebuah evaluasi. Bagi saya rasanya tidak akan menjadi masalah jika kita mencoba mempelajari bagaimana negara maju membangun dunia pendidikan. Jika kita mampu mencontoh dan menerapkannya dengan penyesuaian budaya di Indonesia, niscaya pendidikan tinggi di Indonesia akan terus membaik dan tidak kalah saing dengan hasil pendidikan tinggi di negara lain.
Selanjutnya, jika biaya masuk perguruan tinggi tidak semahal sekarang atau minimal disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat maka sudah dapat dipastikan akses pendidikan bagi masyarakat akan semakin merata. Banyaknya anak muda potensial yang gagal melanjutkan kuliah karena masalah ekonomi agaknya harus dilihat dan diperbaiki dengan serius. Program Bidikmisi atau KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah, beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan berbagai layanan penyalur biaya pendidikan yang dijalankan pemerintah sudah sangat baik dan terus ada peningkatan dari waktu ke waktu. Namun jika penyalurannya terus diperbaiki dan dikembangkan maka akan semakin merata, dan akan semakin banyak anak petani, tukang bangunan, dan guru honorer yang menjadi sarjana dan kembali untuk memperbaiki taraf hidup keluarganya. Dengan ini maka selain akses pendidikan semakin baik, tapi taraf hidup masyarakat juga akan turut membaik.
Oleh sebab itu, berhentilah berkata “Kuliah tidak penting”. Kalimat yang singkat, padat, namun menyakitkan ini membuat banyak orang marah karena menimbulkan mispersepsi publik. Tau sendiri kan banyak orang yang hobi menelan mentah-mentah berita. Ayo saling menghargai atas pilihan orang. Jika kamu punya aspirasi, sampaikanlah dengan baik tanpa membuat orang lain sakit hati. Jika kamu menganggap masih banyak dosa dan masalah yang ada di pendidikan tinggi Indonesia maka berbuatlah dengan bijak, sampaikanlah pandanganmu dengan baik, bukan justru men-generalisasi semua orang yang berkuliah hanya membuang-buang waktu saja. Dengan terus membarkan persepsi “Kuliah nggak penting “, maka perang antara kubu “Pendidikan tinggi nggak penting” dan “Pendidikan tinggi nggak penting? Iri bilang boss” nggak akan berhenti. Oleh sebabnya mari kita terus mendukung, berupaya, dan terus mengawasi kinerja seluruh pihak yang bertanggung jawab atas pendidikan tinggi agar terus berkambang dan meningkat kualitasnya.
Penulis : Ibnu Khafidz Arrozaq
Editor : Nita Jepi Tamara