Semarang – Sabtu (24/12) Lembaga Kajian Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung Semarang menyelenggarakan talkshow interaktif dengan tema “Say ‘No’ Sexual Harrasement, We’re In Control” di Gedung Kuliah Bersama UNISSULA.
Dalam penuturannya, Ketua Umum LKM-SA, Rafi Yusnia Salim mengatakan bahwa Talk Show yang diadakan kali ini berangkat dari maraknya kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang terjadi di tengah masyarakat. Bahkan kasus pelecehan seksual ini juga semakin marak terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang notabene merupakan lingkungan pendidikan yang seharusnya dimuliakan dan dijaga ketertibannya.
Sexual Harrasement dalam Sudut Pandang Hukum dan Esensinya
Diskusi pagi hari itu dimulai dengan pemaparan materi yang disampaikan oleh Dosen Fakultas Hukum UNISSULA, Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H. Dalam pemaparannya, beliau menyinggung mengenai esensi Sexual Harrasement yang sebenarnya. Menurutnya, pelecehan seksual bukan hanya dalam bentuk pelecehan secara fisik terhadap alat vital seseorang saja. Lebih dari itu, kekerasan fisik juga bisa terjadi hanya dengan perilaku verbal dan visual yang mengganggu seseorang. Sentuhan tanpa persetujuan, komentar seksual yang menyinggung, hingga memperhatikan tubuh seseorang secara detail juga merupakan bentuk pelecehan seksual. Edukasi mengenai pelecehan seksual ini menurut Dr. Jawade Hafidz penting bagi kaum muda sebagai benteng pertahanan diri untuk mereka.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komisi Nasional Perempuan pada tahun 2010 terdapat 105.103 kasus kekerasan seksual, pada 2020 ada 299.911 kasus, dan pada 2021 silam terdapat 338.496 kasus kekerasan seksual di Indonesia. Dengan itu, artinya terjadi kenaikan rata-rata kasus kekerasan seskaul sebesar 19,6 persen setiap tahunnya.
Dr. Jawade Hafidz juga turut menyinggung dampak besar kekerasan dan pelecehan seksual bagi korban. Menurutnya kekerasan seksual dapat mengakibatkan dampak psikologis berupa : depresi, perasaan amarah, rasa tidak percaya diri, bahkan hingga timbulnya perasaan ingin mengakhiri hidupnya. Dengan besarnya dampak buruk tersebut, beliau berharap masyarakat dapat lebih peduli dengan gerakan anti kekerasan dan pelecehan seksual, termasuk pelecehan seksual melalui sosial media dan jaringan elektronik lainnya yang saat ini sedang marak terjadi.
Narasumber pertama, Dr. Jawade Hafidz memberikan solusi guna mencegah kasus Sexual Harrasement, yaitu : membuat pertahanan diri baik preventif berupa pencegahan maupun tindak lanjut, mengingat Tuhan, selalu mengucapkan istighfar untuk mengingatkan diri sendiri agar tidak melakukan tindakan buruk.
Sexual Harrasement dan Pandangannya dari Sisi Psikologi
Diany Ufieta Syafitri, S.Psi., M.Psi, Psikolog. Selaku dosen Psikologi Universitas Islam Sultan Agung dan sebagai narasumber kedua pada acara tersebut memaparkan materi mengenai Sexual Harassement dengan gaya bahasa yang santai layaknya sedang melakukan konseling terapis di psikolog dan interaktif disertai contoh yang berhubungan dalam kehidupan sehari-hari.
“Sexual Harassement merupakan perilaku terkait seksual yang tidak diizinkan diberbagai situasi yang dinilai korban sebagai perilaku ofensif, melebihi kapasitasnya, dan mengancam kesejahteraannya” ujar dia.
Dia juga menambahkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi kepada laki-laki maupun perempuan, tindakan kekerasan seksual dapat berupa verbal, non verbal dan fisik. Sexual Harassement juga dapat mengakibatkan kondisi psikis dan fisik seseorang terganggu, bahkan dapat menyebabkan gangguan stress pasca trauma(PTSD) sehingga dapat mempengaruhi hal akademis korban.
Beliau memberikan tips mengenai tindakan yang dapat dilakukan jika disekitar kita terdapat korban Sexual Harrasement yaitu :
1. Dengarkanlah ceritanya dengan fokus dan penuh perhatian untuk menimbulkan rasa percaya dan aman bagi korban.
2. Memahami dengan memposisikan diri dan jangan memaksa mengenai sesuatu yg korban tidak siap atau mau.
3. Jangan menghakimi atau menyalahkan korban,4. Temani dampingi cek kondisinya secara berkala untuk memastikan korban tidak melakukan percobaan menyakiti diri sendiri (selfharm) atau bunuh diri.
5. Mengajak korban untuk meminta bantuan kepada profesional.
6. Memberikan dukungan untuk melaporkan dan melepaskan korban dari pelaku.
Media dan Kekerasan Seksual
Diskusi terakhir dalam Talk Show yang diadakan LKM SA menghadirkan Praditya Wibisana dari Aliansi Jurnalis Independen. Kehadirannya kali ini untuk membahas media dan keterkaitannya dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Menurutnya, media sebagai salah satu pihak yang terlibat secara langsung dalam kontrol sosial juga harus mampu untuk berpihak kepada publik, salah satunya yaitu dengan menjaga privasi dan keamanan bagi korban pelecehan seksual.
Setelah diskusi ini, harapannya kasus pelecehan dan kekerasan seksual dapat berkurang. Khususnya di lingkungan perguruan tinggi yang mana akhir-akhir ini sedang marak terjadi kasus serupa di lingkungan kampus. Dengan adanya diskusi ini setidaknya peserta dapat memahami langkah-langkah pencegahan terjadinya tindak pelecehan seksual dan memahami arti penting edukasi Sexual Harrasement bagi mereka.
Penulis : Ibnu Khafidz Arrozaq & Duta Ananda S