Semarang – Jum’at (9/12) malam, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menggelar diskusi yang mengangkat isu mengenai buruh migran dan kerentanan perempuan sebagai refleksi 5 tahun Undang-Undang Buruh Migran di Kawasan Kota Lama Semarang.
Acara yang merupakan rangkaian dari Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) kali ini merupakan kolaborasi LBH Semarang dengan Greenpeace Indonesia dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).
Dalam sesi diskusi yang pertama, dihadirkan Ibu Suyati, mantan Pekerja Rumah Tangga Migran yang pernah bekerja di Singapura 20 tahun silam. Dalam ceritanya, Ibu Suyati menjelaskan pahitnya menjadi buruh migran di luar negeri saat itu, mulai dari dipaksa meminum air keran, pemotongan gaji, hingga disiksa secara fisik oleh sang majikan. Bukan hanya itu, selama 9 bulan di sana, Ibu Suyati mengisahkan bahwa dirinya sama sekali tidak mendapat gaji. Selain itu, adanya charge yang dipatok agensi di Singapura dan Indonesia juga membebani Ibu Suyati selama menjadi buruh migran. Ibu Suyati berharap ada perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah demi keadilan para pekerja migran dan tenaga kerja migran yang saat ini bekerja bisa mendapatkan majikan yang baik.

Sesi kedua diskusi dilanjutkan dengan mendengarkan cerita dari Ibu Esti yang merupakan istri dari anak buah kapal. Dalam kisahnya beliau menyampaikan bahwa selama 14 bulan suaminya bekerja saat itu, suami Ibu Esti tidak pernah memberi kabar sehingga keluarga di Slawi pun tidak mengetahui kondisi suami Ibu Esti sebab kantor agensi yang menaungi suami Ibu Esti sudah ditutup. Jauh sebelum itu, Ibu Esti juga menceritakan kakak iparnya yang meninggal dunia saat bekerja sebagai ABK di Jepang karena tertimpa jangkar kapal.

Diskusi ketiga dalam acara tersebut dihadiri oleh perwakilan Serikat Buruh Migran Indonesia. Dalam pemaparannya disampaikan hingga saat ini masih terjadi banyak kasus penipuan dan informasi palsu dari calo yang menimpa buruh migran di Indonesia. Saat ini SBMI menilai perlu dilakukan pelatihan kepada calon buruh migran dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi para buruh migran, sehingga hilirnya akan berdampak pada berkurangnya kasus kekerasan terhadap buruh migran yang bekerja. Berkaitan dengan agensi penyalur kerja ke luar negeri, saat ini memang patut diakui masih banyak agensi tersebut yang beroperasi secara ilegal tanpa mematuhi aturan yang berlaku, sehingga banyak dari buruh migran yang pafa akhirnya menjadi korban mereka.

Dalam acara yang digelar malam tersebut turut ditampilkan show music dan teatrikal dari Erasmus Vernanda dan Gema Teatrikal Universitas PGRI Semarang.

Dalam acara diskusi yang digelar hari tersebut, diharapkan pemerintah dapat fokus memperbaiki regulasi terkait dengan pekerja migran yang bekerja di luar negeri, sehingga ke depannya kesejahteraan dan keadilan bagi pekerja migran asal Indonesia bisa terealisasi.
Penulis : Ibnu Khafidz Arrozaq