Lpm Suprema — Revisi Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (UU PPP) telah disahkan DPR RI (15/5/2022). Mengenai hal tersebut, Partai Buruh Jawa Tengah pun buka suara.
Sebelumnya, pada Selasa, 24 Mei 2022 lalu Revisi UU PPP Dalam rapat paripurna ke-23 masa sidang V tahun 2021-2022 yang di laksanakan pada gedung DPR, Senayan mulai dibahas.
“Alih-alih untuk merevisi UU Cipta Kerja, mereka malah merevisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai jalan pintas untuk melegitimasi UU tersebut. Hal yang sangat tidak patut untuk dilakukan oleh pejabat pemerintahan dan wakil rakyat,” ucap Ketua Exco PartaiBuruh Jawa Tengah, Aulia Hakim, seperti kerterangan resmi yang diterima Suprema Rabu, (15/5/2022).
Aulia beranggapan, bawasannya Pemerintah dengan DPR RI lagi-lagi mengkhianati rakyat yang memilihnya dan kalangan buruh pada khususnya.
Dalam amar putusan Makamah Konstitusi (MK) tidak ada butir yang merekomendasikan untuk merevisi UU PPP. Dalam putusan MK juga dituliskan bawasannya pembuatan Omnibus Law UU Cipta Kerja tidak menggunakan asasketerbukaan dan tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal, kata Aulia Hakim.
“Dengan alasan klasikrevisi UU PPP tersebut dilakukan untuk merespon kebutuhan masyarakat secara nasional akan tetapi masyarakat yang mana,?” Tanya Aulia.
Aulia juga menyinggung terkait RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sendiri yang sudah 18 tahun yang tak kunjung disahkan.
“Kami menolak Indonesia terlibat proses liberalisasi pertanian yang saat ini masih dibahas di WTO yang mengancam daya beli petani dan hasil produk pertanian dan akan mempermudah export import pertanian karena kita tahun bangsa ini kaya raya dan liberalisasi pertanian tidak mengguntungkan kaum petani,” ujarnya.
Dalam aksi serempak yang dilaksanankan konfederasi Serikat Pekerja Indonesia bersama Partai Buruh serta jaringan elemen buruh Jawa Tengah (15/5/2022) menuntut, antara lain, menolak Revisi UU PPP dan omnibus law UU Cipta Kerja, menolak Masa Kampanye Pemilu 75 hari Dan kembali keaturan UU (9 bulan), dsb.
“Disini sudah jelas bahwa kaum buruh, kaum yang termarjinalkan secara system menjadi bulan-bulanan para pengusaha hitam dan oligarki yang saat ini menguasai pemerintahan dan anggota dewan di Senayan. Mereka tidak henti-hentinya membuat kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat namun mengatasnamakan rakyat,” tandas Aulia.