SEMARANG, lpmsuprema.com – Sidang pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap 2 mahasiswa pejuang demokrasi tolak omnibuslaw berlangsung hari ini Selasa, 20/04/2021. Puluhan mahasiswa mendatangi Pengadilan Negeri Semarang sebagai bentuk solidaritas terhadap 4 kawan mereka yang saat ini berstatus terdakwa.
Tepat pukul 10.30 WIB persidangan dimulai, meskipun sidang dibuka untuk umum jumlah perserta sidang tetap dibatasi untuk mencegah penularan Covid-19. Mahasiswa yang berada diruangan sidang membawa atribut tulisan berisikan dukungan kepada kedua terdakwa IRF dan NAA. Sidang perkara pidana kriminalisasi penolak omnibuslaw ini memang dibagi menjadi 2 persidangan, dikarenakan sejak awal nomor perkara kasus mereka berbeda. Diketahui, 2 terdakwa lain juga menjalani tahap persidangan yang sama yaitu pembacaan tuntutan oleh JPU esok pada hari Kamis, 22 April 2021 yang juga bertempat di Pengadilan Negeri Semarang.
Hasil pembacaan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kedua terdawa IRF dan NAA yaitu agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang menyatakan terdakwa IRF dan NAA bersalah melakukan tindak pidana dengan dakwaan melanggar Pasal 216 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan masing-masing di jatuhi pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
Ignatius Radhite salah satu anggota tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah yang sedari awal mengawal kasus perkara kiriminalisasi mahasiswa ini menyatakan bahwa tim advokasi tetap berharap keempat mahasiswa ini dibebaskan tanpa jerat hukum apapun.
“Menurut saya JPU menggunakan pasal karet dalam memberikan tuntutan kepada terdakwa. Di dalam persidangan sebelumnya, menurut tafsir para ahli, pasal 216 bukan pasal yang digunakan untuk didakwaan ketika aksi demonstrasi. Jelas bagi kami bentuk kriminalisasi terhadap demokrasi, bahkan tututan oleh JPU membuktikan adanya kemunduran demokrasi” Ujar Radhite.
Dijelaskan pula di dalam sidang sebelumnya, tidak ada satupun saksi yang bisa membuktikan bahwa IRF dan NAA merupakan pelaku pelemparan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas publik atau terlukanya aparat kepolisian. Bahkan terungkap fakta bahwa terdapat keterangan saksi yang disisipkan dan ditambahkan dalam BAP Kepolisian, selain itu IRF dan NAA mengungkap terdapat tindakan penyiksaan yang mereka terima pada saat proses pemeriksaan di kepolisian. Hal ini semakin meyakinkan bahwa ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap terdakwa.
Aksi mahasiswa sebelum datang langsung untuk mengawal persidangan mereka memberikan dukungannya lewat pengiriman surat yang ditujukan kepada Pengadilan Negeri Semarang yang berisi permohonan agar keempat mahasiswa bisa dibebaskan. Sekitar 50 surat yang berasal dari jaringan masyarakat sipil terkumpul. Adanya aksi solidaritas yang dilakukan oleh mahasiswa ini sebagai bentuk dukungan bahwasannya para terdakwa bukanlah kriminal yang harus dihukum.
Penulis : Evi Dwi
Reporter: Tuti Wijaya